Kamis, 07 Januari 2016

Pengalaman Endoskopi

Endoskopi itu metode pemeriksaan untuk melihat organ dalam melalui sebuah alat. Endoskopi aku ini pemeriksaan untuk melihat laring. Saat bersiap untuk dilakukan tindakan pemeriksaan ini, pertama aku dibius di bagian mulut supaya sulit untuk menelan, dan memang sekitar 15 menit kemudian mulai terasa kaku dan sulit menelan sampai harus dibantu alat untuk membantu menghilangkan air liur.

Mulailah dilakukan tindakan endoskopi, sebuah alat dimasukan ke dalam tenggorokan, tampak sebesar antena radio dengan ujung sebuah kamera yang dihubungkan ke komputer, jadi keadaan di dalam terlihat di layar komputer. Aku kurang bisa melihat jelas karena fokus membuka mulut lebar-lebar. Disaat kondisi di laring terlihat jelas, dokter mulai merekam dan memotret. Agak sulit juga memotret dengan jelas. Dokter hanya memberi aba-aba kepadaku untuk bersuara dengan melafalkan huruf A atau I, dan itu nggak mudah dalam kondisi mulut kaku.

Lama-lama mulai terasa efek obat biusnya hilang, dan terasa ingin menelan, tapi karena malas dibius lagi akhirnya aku tahan untuk tidak menelan walaupun sempat tanpa sengaja aku menelan dan bergesekan dengan alat tersebut yang bikin tenggorokanku agak perih. Obat biusnya memang not bad, hanya terasa seperti obat batuk yang pedas dan pahit, yang membuat agak kurang nyaman memang rasa pedasnya yang rasanya membuatku sempat tersedak.

Akhirnya gambar laringnya didapat juga dan jelas terlihat. Selesailah endoskopinya. Hmmm.. akhirnyaaa, tapi tenggorokan masih terasa kaku, agak sulit berbicara jelas, dokter pun menyarankan tidak dulu minum dan makan selama sejam, karena takut tersedak, dan memang, efek bius baru hilang sekitar 1 jam kemudian.

Seminggu kemudian hasil diagnosa dokter, aku memang menderita GERD (Gastroesophangeal reflux disease) yang kurang lebih sama dengan LPR. Karena tampak ada bintik putih yang dokter THT bilang adalah asam lambung. Setelah menerima hasil diagnosa, dokter THT pun memberi rujukan untuk berobat ke dokter spesialis penyakit dalam untuk mengobati maag-nya.

Pengobatan LPR atau GERD membutuhkan waktu yang tidak sebentar, memang harus sabar dan disiplin untuk merawat lambung serta mengistirahatkan lambung sekitar 2 jam setelah makan malam baru boleh pergi tidur. Maag memang tidak boleh dianggap remeh, benar-benar harus diobati dengan baik.

Kena Laryngopharyngeal Reflux, Suaranya Kok Jadi Begini?

Gaya hidup sama manajemen stress yang buruk kadang jadi penyebab penyakit datang. Dulu saat aku kerja di salah satu perusahaan swasta di bidang jasa keuangan, gaya hidup aku itu, aduuuh.. Tidak untuk ditiru. Makan telat, tidur larut malem, makan malem langsung tidur, ditambah aku itu termasuk orang yang gampang stress. Jadilah saat itu Kista Endometriosis yang divonis dokter sebelumnya pun nggak tampak perubahan yang signifikan. Sempat ada perubahan disaat minum Azol (obat yang disarankan dokter kandunganku untuk menghambat pertumbuhan kista), dan hasilnya sempet bagus. Kista 11 cm berkurang jadi 3 cm, tapi sayangnya kistanya bandel, setelah obat dihentikan kistanya gak mempan lagi diobatin.

Satu hari, ketika sesi meeting pagi di kantor, (saat itu kebetulan sesi meeting pagi kita adakan di front office) dan aku jadi narasumber untuk kasih quotes of the day, tiba-tiba suara serak, sulit untuk mengimbangi suara berisik lalu lalang kendaraan di luar. Suara aku jadi kecil, sulit untuk teriak. Aku tersiksa temen-temen kantor sebagian malah cengar cengir denger keanehan suara aku. Lama-lama aku nggak bisa diem aja ngerasain perubahan sama suara aku. Temen kantor pun menyarankan untuk konsultasi ke dokter.

Akhirnya aku memutuskan ke dokter THT, hasilnya dokter bilang aku kena Laryngopharyngeal reflux, yang secara sederhana kalau dijelaskan asam lambungku itu naik ke pita suara dan mengganggu pita suara aku, semacam bengkak di pita suara. Aku bengong, agak aneh. Itu asam lambung bandel amat naik-naik ampe pita suara, ckckck..

Berobat di dokter itu masih belum terasa perubahan. Dulu belum terasa keluhan yang berarti, cuma suara yang berubah agak aneh, kayak cowok kadang, nge-bass, hehe.. Rasa tenggorokan lelah kalau dipaksa untuk teriak atau terus menerus bicara mulai terasa saat aku udah resign dari kerjaan yang lama ke tempat baru yang posisinya jadi HRD bagian rekrutmen. Sebetulnya kerjaan yang lama dengan yang baru sama-sama banyak mengandalkan suara. Dulu jadi staff front office dan setelahnya aku jadi interviewer. Tapi kondisi maskin terasa nggak nyaman saat di tempat kerja baru, mungkin karena lelah mewawancara banyak orang dalam satu hari.

Aku memutuskan berobat lagi ke kota lain, sebelahan dengan kota tempat aku tinggal, karena merasa dari segi fasilitas kesehatan lebih mendukung. Dokter THT-nya asik banget, dan sangat bikin nyaman untuk diajak konsultasi, berdedikasi banget deh. Dokternya menyarankan aku untuk pemeriksaan lanjutan di klinik tempat dokter itu praktek juga, masih di kota yang sama. Dokternya bilang nama pemeriksaannya endoskopi, nanti diteropong ke dalam pita suaranya. Kaget. Apa rasanya ya? Dokternya minta untuk secepatnya. Jadilah weekend kita diminta datang ke klinik itu. Saran dokter, dilarang minum yang dingin-dingin dulu, makanan pedas, asam, dan puasa bicara untuk sementara waktu supaya nggak terlalu lelah. Dari sekian banyak saran dokter yang paling sulit itu puasa bicara, gimana mau puasa di kantor? Kerjaan cuap cuap, hahaha... Ditambah aku bawel wel wel..

Di next post, aku akan bahas tentang endoskopinya yaa..