Kenapa aku bilang ini PR? Ya, ini PR, bukan dikasih guru, tapi tugas titipan Tuhan. Aku bilang PR, karena aku merasa harus menyelesaikan ini dengan nilai dan cara yang baik, lulus kemudian naik tingkat. Sudah dari tahun 2009, aku banyak mengalami hal dan ketemu rasa sakit. Enam tahun yang lalu pertama kali aku tahu aku kena FAM, tahun 2012 aku kena endometriosis dan 2013 suaraku tiba-tiba berubah agak serak, ternyata setelah diperiksa ke dokter THT, kena LPR atau Laringopharingeal Reflux (ini aku akan post terpisah ya), in the next post.
Banyak rasa sakit yang pernah dialami, banyak dokter yang aku kunjungi, obat yang aku konsumsi, pengobatan alternatif yang aku jalani, dan doa kesembuhan yang aku panjatkan kepada Sang Maha. Ini jadi bahan renungan untuk aku, mungkin selama ini aku masih belum benar-benar dekat dengan Tuhan, dan mungkin ini cara Tuhan untuk mengingatkan aku tentang nikmat sehat, mengingatkan aku untuk lebih dekat. Tapi rasanya aku masih jadi hamba yang sombong. Belum benar-benar mengerti dekat itu seperti apa. Masih saja merasa lelah, padahal Tuhan nggak pernah lelah membangunkanmu di pagi hari, menganugerahkan nafas, dan nikmat lain yang luar biasa. Mulai dari hal sederhana sampai yang kompleks.
Mari kita perhatikan sekeliling, yang hidupnya bahkan lebih sulit dari pada kita, tapi memiliki semangat yang lebih besar dari pada kita yang masih memiliki banyak hal dan keberuntungan yang diberikan Tuhan. Semoga post ini bisa jadi bahan renunganku. Agar lebih semangat dan sabar. Salam sehat untuk semua. Sehat itu mungkin hal sederhana, tapi indahnya luar biasa loh :)
Sabtu, 26 September 2015
Si Misterius Kista Endometriosis
Tiga tahun lalu, tepatnya bulan Agustus 2012 saat aku menstruasi tiba-tiba ada rasa panas dan mulas di perut bawah yang menjalar ke punggung bawah, dan lama kelamaan disusul rasa mulas luar biasa, sesak, mual, dan rasa sakit di ulu hati yang nggak tertahankan. Karena menahan sakit yang luar biasa, badanku lemas, tapi mungkin saat itu badanku masih cukup kuat, dan masih dalam kondisi sadarkan diri. Semua orang rumah panik dan langsung membawaku ke tenaga medis terdekat.
Saat itu aku dibawa ke rumah praktek bidan di sekitar kompleks rumah. Karena panik, orang tuaku sampai menerobos antrian dan langsung masuk kamar periksa. Bu Bidan kaget dan langsung meminta aku ditidurkan di kamar periksa. Ada dua orang ibu di dalam kamar periksa yang sama kagetnya, nanya-nanya juga kalau aku kenapa sama ibuku. Semua orang dibuat heboh disana karena aku. Dan yang memalukan, selain aku malu karena sudah menerobos antrian, (untung ibu yang sedang diperiksa sangat mengerti, hehe..) aku juga tidak kuat menahan ingin muntah karena mual yang terasa menusuk ke ulu hati. Untung Bu Bidan sigap langsung menyiapkan kantong kresek. Uh, memalukan ya. Sampai saat ini pun kalau ketemu Bu Bidan lagi, aku masih aja ingat kejadian itu.
Setelah diperiksa, Bu Bidan hanya bilang kalau kemungkinan aku terkena sakit maag, ada faktor karena nyeri haid (dismenore), dan mungkin karena stress. Beberapa hari kemudian pun aku pulih seperti sediakala. Tapi ternyata sakitnya terulang lagi dua bulan kemudian. Kali ini aku bikin heboh orang serumah di rumah Ua (kakak dari ibuku), karena aku sedang berkunjung kesana. Sama seperti sebelumnya, sakitnya datang tiba-tiba. Aku pun langsung dibawa ke dokter spesialis kandungan dan kebidanan. Disana pun hanya diberi obat anti nyeri dan obat maag, karena setelah dokter melakukan USG tidak ditemukan kelainan apapun.
Dua bulan setelah itu, aku penasaran dengan yang terjadi dengan badanku, kemudian memeriksakan diri ke dokter spesialis kandungan yang lain. Berbeda dengan dokter sebelumnya, dokter yang satu ini menemukan sesuatu. Dokter ini menjelaskan bahwa ada kista cokelat sekitar 5 cm di rahimku, dia menyebutkan ini endometriosis. Kaget sih dengernya, akhirnya aku tanya lagi penyebabnya apa, dokternya nggak bisa jawab. Katanya banyak faktor, tapi yang paling bikin aku gemes sama dokter ini, dia sempet memvonis, akan sulit mempunyai keturunan untuk wanita yang terkena kista. Gimana gak senewen coba. Udah memvonis, bukannya ngasih solusi, malah bikin keder, nyuruh kawin pula, dengan alasan kalau hamil gak akan menstruasi, dan kalau gak menstruasi gak akan merasakan sakit karena kista. Ngeselin kan? Emang sih dokternya pernah kasih opsi kalau ngobatinnya bisa dengan obat atau suntik, seperti suntik KB, tapi nggak kasih penjabaran dan metode yang pasti, apakah solusi itu membantu atau nggak. Kadang dokter gak cuma perlu cerdas mendiagnosa penyakit, tapi juga cerdas ngasih solusi dan manis mulutnya. Aku tuh paling sebel kalau ada tenaga medis yang suka bicara main jeplak seenak udel, aiiiiih, maleeees.. Bukan sehat, malah tambah sakit.
Heran dengan pemeriksaan dokter yang sedari awal menangani aku. Aku sempet balik lagi ke dokter yang sebelumnya, dan ternyata baru ketahuan. Dokter itu ngasih aku terapi obat danazole dengan jangka waktu 6 bulan. Danazole itu untuk sebulan, kalau nggak salah sehari minum 2x, dan harganya hampir 500ribuan. Efek sampingnya selama 6 bulan aku nggak menstruasi. Aku minum danazole itu setelah ukuran kista mencapai 10 cm, dan ukuran itu bertambah secara drastis setelah sebelumnya ditemukan 5 cm, padahal aku menjalani beberapa pengobatan alternatif mulai dari ramuan-ramuan dari kalimantan, obat tradisional, refleksi, dan masih banyak lagi, yang ternyata tidak bekerja dengan baik ke badan aku.
Ada sih perubahan dari terapi obat itu, kistanya berkurang 3 cm, tapi ukuran 7 cm masih dianggap besar, tadinya dokter berharap kistanya bisa bersih, tapi ternyata belum membuahkan hasil. Diakhir terapi obat dokternya menyarankan untuk operasi, laparoskopi. Bukan operasi dengan luka yang besar. Dokternya menjelaskan hanya perlu sayatan kecil, karena hanya dimasukkan kamera, lampu dan alat untuk istilahnya mengambil si kista misterius itu. Jadi bukan operasi yang lukanya lebar, tapi tetep aja sih, agak gimanaa gitu. Tapi yang bikin aku betah sama dokter ini, dokter ini selalu kasih doa dan motivasi untuk membesarkan hati pasiennya. Nggak sembarangan nyeplos seenaknya, hehe.. Dokternya tampak religius, dan bikin hati pasien lebih adem.
Sebenernya aku pernah periksa juga ke dokter lain lagi, total 3 dokter aku datangi, hehehe... Saking penasaran sama ini penyakit, dan berharap ada keajaiban, tapi ternyata belum juga kunjung datang di keajaiban ini. Hampir 3 tahun si kista misterius ini ada di badan aku terakhir diperiksa ukurannya 10 cm. Dokter masih menyarankan untuk dilakukan tindakan laparoskopi. Tapi aku masih belum menuju kesana, terkadang masih ragu, terkadang menggebu-gebu ingin ini segera dilakukan. Bagi para wanita diluar sana yang mengalami hal sama, tetap berjuang, optimis untuk sembuh. Semangat yaa. Salam sehat...
Kamis, 10 September 2015
Pasca Operasi FAM
Bersyukur, akhirnya bisa melewati operasi dengan baik dan lancar. Walaupun setelahnya ada rasa-rasa linu dan tidur gak sebebas biasanya. Luka bekas operasi masih terasa. Ganti perban pun karena aku takut salah bersihin, ibu sampai minta tetangga yang tenaga medis untuk ngajarin cara bersihin lukanya. Dan perdana dibersihin luka di rumah, aku ga berani liat. Pokoknya selama si benang jahitan masih nempel, aku ogah liat. Dasar penakut, huh..
Ternyata di sela luka jahitan, ada semacam selang karet atau drain untuk ngeluarin cairan yang ada di area beka operasi itu. Makin linu ngebayanginnya. Haha... Jadi selama seminggu lebih aku ga noleh sama sekali saat dibersihin luka. Duh, dasar ya aku, ckck... Kemudian seminggu pasca operasi aku ke rumah sakit untuk lepas jahitan, dan si dokternya bilang hanya lepas drain aja karena si jahitan belum betul-betul kering. Gak berasa apa-apa sih dilepas drain yang bentuknya sepanjang sepertiga kelingking itu.
Setelah dari dokter bedah, aku diminta ke dokter patologi untuk bawa hasil lab dari jaringan yang diangkat saat operasi itu. Hasilnya itu adalah FAM dan jenis tumor jinak. Ada penjelasan dari jenis jaringan tersebut, dan aku kurang paham. Yang aku garis bawahi hanya jinaknya, hehe... Bersyukur semuanya baik-baik aja. Karena dokter pun bilang, gak ada yang gawat.
Sekitar 10 hari pasca operasi barulah aku lepas jahitan, dan rasanya sama, dokternya ngelepas tanpa rasa apapun. Mana kulit lagi gatal-gatalnya kan, masih proses recovery. Jadi santai aja. Malah berasa digaruk sedikit, hehe... Dari sana kita beberapa kali bolak balik ke dokternya karena sempat ada infeksi dan lukanya agak sedikit ngebuka lagi.
Beberapa bulan kemudian, aku masih berasa ada yang tebal di area luka bekas operasi. Awalnya dokter bilang itu penebalan kulit tapi kedua kalinya aku cek, karena aku penasaran. Ternyata ada FAM lain yang tumbuh. Udah kaget lagi aja. Tapi dokternya bilang gak apa-apa. Ini jinak, dan masih ada waktu kalau mau operasi sampai batas umur 30 tahun. Ukurannya pun terbilang kecil. Vonis ini memang ngga sekaget yang dulu, tapi ada aja perasaan was-was. Ya sudah, akhirnya aku memilih untuk diobati sambil berjalan dengan pengobatan herbal.
Berdasarkan pengalaman orang-orang terdekat yang ngalamin hal yang sama. Ternyata, FAM itu diibaratkan bulatan-bulatan, ada yang besar dan kecil, ketika yang besar diangkat, kadang ada sisa yang kecil itu, ada yang terpancing untuk tumbuh, ada pula yang tetap sebesar itu. Saran dari beberapa orang yang pernah punya FAM, lebih baik nggak terlalu banyak terkena tekanan langsung si FAM nya ini. Periksa atau diraba sesekali dan jangan ditekan terlalu keras. Yang aku alami justru malah membesar, ketika terlalu sering kita tekan.
Hal lain yang perlu dijaga adalah pola makan, istirahat dan jauhkan pikiran stress. Sebetulnya itu yang sulit, kadang kita stress mikirin kerjaan atau kuliah, atau juga hal lain. Tapi kuncinya, bersabar, terus berusaha untuk sembuh, berpikiran positif dan percaya untuk bisa sembuh.
Salam berjuang untuk sehat,
ari.lestari41@gmail.com
Ternyata di sela luka jahitan, ada semacam selang karet atau drain untuk ngeluarin cairan yang ada di area beka operasi itu. Makin linu ngebayanginnya. Haha... Jadi selama seminggu lebih aku ga noleh sama sekali saat dibersihin luka. Duh, dasar ya aku, ckck... Kemudian seminggu pasca operasi aku ke rumah sakit untuk lepas jahitan, dan si dokternya bilang hanya lepas drain aja karena si jahitan belum betul-betul kering. Gak berasa apa-apa sih dilepas drain yang bentuknya sepanjang sepertiga kelingking itu.
Setelah dari dokter bedah, aku diminta ke dokter patologi untuk bawa hasil lab dari jaringan yang diangkat saat operasi itu. Hasilnya itu adalah FAM dan jenis tumor jinak. Ada penjelasan dari jenis jaringan tersebut, dan aku kurang paham. Yang aku garis bawahi hanya jinaknya, hehe... Bersyukur semuanya baik-baik aja. Karena dokter pun bilang, gak ada yang gawat.
Sekitar 10 hari pasca operasi barulah aku lepas jahitan, dan rasanya sama, dokternya ngelepas tanpa rasa apapun. Mana kulit lagi gatal-gatalnya kan, masih proses recovery. Jadi santai aja. Malah berasa digaruk sedikit, hehe... Dari sana kita beberapa kali bolak balik ke dokternya karena sempat ada infeksi dan lukanya agak sedikit ngebuka lagi.
Beberapa bulan kemudian, aku masih berasa ada yang tebal di area luka bekas operasi. Awalnya dokter bilang itu penebalan kulit tapi kedua kalinya aku cek, karena aku penasaran. Ternyata ada FAM lain yang tumbuh. Udah kaget lagi aja. Tapi dokternya bilang gak apa-apa. Ini jinak, dan masih ada waktu kalau mau operasi sampai batas umur 30 tahun. Ukurannya pun terbilang kecil. Vonis ini memang ngga sekaget yang dulu, tapi ada aja perasaan was-was. Ya sudah, akhirnya aku memilih untuk diobati sambil berjalan dengan pengobatan herbal.
Berdasarkan pengalaman orang-orang terdekat yang ngalamin hal yang sama. Ternyata, FAM itu diibaratkan bulatan-bulatan, ada yang besar dan kecil, ketika yang besar diangkat, kadang ada sisa yang kecil itu, ada yang terpancing untuk tumbuh, ada pula yang tetap sebesar itu. Saran dari beberapa orang yang pernah punya FAM, lebih baik nggak terlalu banyak terkena tekanan langsung si FAM nya ini. Periksa atau diraba sesekali dan jangan ditekan terlalu keras. Yang aku alami justru malah membesar, ketika terlalu sering kita tekan.
Hal lain yang perlu dijaga adalah pola makan, istirahat dan jauhkan pikiran stress. Sebetulnya itu yang sulit, kadang kita stress mikirin kerjaan atau kuliah, atau juga hal lain. Tapi kuncinya, bersabar, terus berusaha untuk sembuh, berpikiran positif dan percaya untuk bisa sembuh.
Salam berjuang untuk sehat,
ari.lestari41@gmail.com
Pengalaman Operasi FAM
Hari itu hari Kamis, sama sih dengan hari yang direncanakan Pak Haji di pengobatan alernatif itu. Tapi jadinya aku bedah di rumah sakit. Balik lagi deh, hehe... Setelah 3 hari sebelumnya yang melelahkan. Senin ke pengobatan alternatif yang akhirnya gagal total, Selasa daftar untuk surgery dan observasi kesehatan lagi, kemudian hari Rabu pagi sampai siang pemeriksaan untuk anestesi atau bius saat dilakukan pembedahan dan pindah kamar. Rabu sore aku check in (macam hotel aja), karena aku dapet jadwal hari Kamis pagi. Sore aku udah masuk kamar inap. Tadinya aku dapet kamar kelas 3 di salah satu ruangan, berhubung aku termasuk parnoan kalau liat orang kesakitan aku milih pindah kamar ke kamar inap utama. Aku milih sendiri di kamar. Kamar ruangan melati nomor 8.
Setelah makan malam, jam 22.00 aku dianjurkan puasa sampai selesai operasi. Semalaman gak bisa tidur, duh... Besok paginya aku disusulin perawat ke kamar inap, disuruh mandi, no make up dan rambut diikat, gak lama perawat kembali lagi sama dokter dengan bawa tensi meter. Setelah diperiksa, dokternya bilang "Jangan tegang, santai aja, berdoa ya!" Aku bilang iya sambil lemes. Setelah itu aku tiduran sambil nonton, ceritanya biar rileks. Aku minta juga sama Ayah untuk ajak nenek supaya bisa nemenin ibu. Karena ibu keliatan lebih tegang dari pada aku. Saat aku minta doa pun ibu malah nangis.
Sekitar jam 8 lebih aku dijemput. Perawat bawa-bawa kursi roda, sambil bilang "ayo, neng" aku masih aja nanya "Sekarang?" Hasil dari kaget.
Aku bilang, "Ga usah didorong-dorong pake kursi roda segala lah, Sus."
Suster perawatnya keukeuh "Udah naik aja, Neng."
Pasrah deh aku duduk...
Setelah sampe depan instalasi bedah sentral, tangan makin dingin, berasa pengen balik lagi aja. Huaaa... Tapi tekad aku bulatkan. Bismillah, ikhlasin. Nekat aja. Setelah masuk ke dalem aku diminta ganti baju sama baju bedah warna ijo dengan tali di belakang. Dan ngasihin bajuku sama ibu yang lagi di tempat tanda tangan surat izin operasi (SIO). Yang bikin ibu panik, si bapak petugasnya malah bilang, "kita ngusahain yang terbaik, Bu, tapi kalo ada apa-apa diikhlasin aja." Makin tegang lah mamski, dan bilang "Usahain yang terbaik ya, Pak." Ah si bapak, malah bikin hati ibu makin panik aja. Gemes aku.
Beberapa menit kemudian aku dipanggil untuk masuk ruang operasi. Aku diantar sama salah satu perawat menuju ruangan dingin, luas, kanan kiri lampu nyala terang dan ternyata itu lagi dilakukan tindakan operasi, semua ruangan dihalangi kaca tebal, aku akhirnya nunduk karena gak mau liat yang ngeri-ngeri. Aku masuk ke salah satu ruangan yang udah banyak perawat. Aku diminta tidur di sebuah kasur operasi yang bentuknya kayak huruf T, jadi tangan kanan dan kiriku terlentang.
Supaya aku gak terlalu tegang, perawat-perawat disana yang sudah biasa liat roman wajah tegang dengan ramah ngajak ngobrol ini itu. Aku sempet minta juga ACnya suhunya dinaikin, karena dinginnya kayak kutub, brrrr. Dilakukan pengecekan lampu besar yang terletak diatas itu, kemudian tangan kananku diinfus, dada serta punggung dipasangi alat semacam pendeteksi jantung, dikasih penutup kepala dan area yang akan dibedah dikasih larutan iodin supaya nggak infeksi. Sekitar kurang lebih setengah jam mempersiapkan semuanya, dokternya datang, dan salah satu perawat bilang "Ini dokternya udah ada, Neng".
Dokternya pun bilang, "Bismillah ya."
Selesai baca Bismillah, sebelah kanan badanku yang asalnya dari tangan yang diinfus itu berasa hangat, kemudian badan serasa kesemutan. Hidung sama mulut dipasangi alat opname, tapi alat opnamenya serasa ada bau tajam yang bikin badan aku lemes banget, dan ngantuk luar biasa. Aku mikir, ini ya rasanya dibius. Setelah itu aku gak sadar.
Aku baru bangun dengan penglihatan yang masih kabur tapi perasaan aku kayak habis bobo siang dengan nyenyak haha.. Aku liat ruangan yang agak gelap dan kedengeran suara manggil aku dengan ramah sambil nanya, "Udah bangun?" Aku maksa banget mataku supaya cepet melek, tapi susah, berat rasanya. Yang ada di pikiran aku. Aku takut gak bisa bangun lagi, padahal udah jelas-jelas udah bangun, haha.. Agak konyol memang. Selain itu, aku maksa tangan aku untuk gerak, karena pengen ngelepas selang nafas yang setelah aku bangun itu bikin sakit lubang hidungku. Asli!
Tapi ada perawat yang masuk kesana ngelepas selangnya, dan narik kasur aku mendekat ke pintu. Perawat itu keluar lewat pintu yang lebih besar, sambil nyari keluarga aku. Kedengeran suara ibu mendekat, dan perawatnya minta dibantu dicarikan anggota keluarga laki-laki untuk ngangkat aku. Setelah aku diangkat entah sama siapa, karena pandangan masih kabur. Aku dibawa ke kamar rawat aku. Aku denger ibu tanya, tapi mulut pun masih susah bicara. Ibu heran ngeliat aku yang udah sadar duluan, karena kebanyakan pasien yang keluar hampir semua masih belum sadar. Masih bobo-bobo imut.
Sampai di kamar, ternyata udah jam 11.00. Sekitar 2 jam mungkin aku disana. Mungkin. Setelah sampai di kamar semua heboh, badanku dikasih minyak kayu putih, karena badan aku dingin. Akunya sendiri, malah ngerasa kehausan. Ibu bolak balik minta ke perawat, nanya apa boleh aku langsung minum, karena bantal pun aku belum dikasih. Perawatnya menyarankan untuk ngasih aku minum pelan-pelan. Kenyataannya, setelah perawatnya pergi, aku minta bantal dan minum dengan semangat. Ibu yang malah keliatan parno nyuruh aku pelan-pelan.
Abis minta minum aku minta makan karena laper. Perawatnya keheranan, liat pasien macam aku. Haha... Karena nafsu makan aku sedemikian cepet balik lagi. Infus pun cepet habis. Besok paginya aku udah boleh pulang, setelah diperiksa kondisi aku udah membaik. Rasanya lega, dan ternyata yang aku takutkan gak selamanya menyeramkan kayak bayangan di pikiran aku. Aku bersyukur semuanya lancar dan aku pulang dalam kondisi yang baik.
Setelah makan malam, jam 22.00 aku dianjurkan puasa sampai selesai operasi. Semalaman gak bisa tidur, duh... Besok paginya aku disusulin perawat ke kamar inap, disuruh mandi, no make up dan rambut diikat, gak lama perawat kembali lagi sama dokter dengan bawa tensi meter. Setelah diperiksa, dokternya bilang "Jangan tegang, santai aja, berdoa ya!" Aku bilang iya sambil lemes. Setelah itu aku tiduran sambil nonton, ceritanya biar rileks. Aku minta juga sama Ayah untuk ajak nenek supaya bisa nemenin ibu. Karena ibu keliatan lebih tegang dari pada aku. Saat aku minta doa pun ibu malah nangis.
Sekitar jam 8 lebih aku dijemput. Perawat bawa-bawa kursi roda, sambil bilang "ayo, neng" aku masih aja nanya "Sekarang?" Hasil dari kaget.
Aku bilang, "Ga usah didorong-dorong pake kursi roda segala lah, Sus."
Suster perawatnya keukeuh "Udah naik aja, Neng."
Pasrah deh aku duduk...
Setelah sampe depan instalasi bedah sentral, tangan makin dingin, berasa pengen balik lagi aja. Huaaa... Tapi tekad aku bulatkan. Bismillah, ikhlasin. Nekat aja. Setelah masuk ke dalem aku diminta ganti baju sama baju bedah warna ijo dengan tali di belakang. Dan ngasihin bajuku sama ibu yang lagi di tempat tanda tangan surat izin operasi (SIO). Yang bikin ibu panik, si bapak petugasnya malah bilang, "kita ngusahain yang terbaik, Bu, tapi kalo ada apa-apa diikhlasin aja." Makin tegang lah mamski, dan bilang "Usahain yang terbaik ya, Pak." Ah si bapak, malah bikin hati ibu makin panik aja. Gemes aku.
Beberapa menit kemudian aku dipanggil untuk masuk ruang operasi. Aku diantar sama salah satu perawat menuju ruangan dingin, luas, kanan kiri lampu nyala terang dan ternyata itu lagi dilakukan tindakan operasi, semua ruangan dihalangi kaca tebal, aku akhirnya nunduk karena gak mau liat yang ngeri-ngeri. Aku masuk ke salah satu ruangan yang udah banyak perawat. Aku diminta tidur di sebuah kasur operasi yang bentuknya kayak huruf T, jadi tangan kanan dan kiriku terlentang.
Supaya aku gak terlalu tegang, perawat-perawat disana yang sudah biasa liat roman wajah tegang dengan ramah ngajak ngobrol ini itu. Aku sempet minta juga ACnya suhunya dinaikin, karena dinginnya kayak kutub, brrrr. Dilakukan pengecekan lampu besar yang terletak diatas itu, kemudian tangan kananku diinfus, dada serta punggung dipasangi alat semacam pendeteksi jantung, dikasih penutup kepala dan area yang akan dibedah dikasih larutan iodin supaya nggak infeksi. Sekitar kurang lebih setengah jam mempersiapkan semuanya, dokternya datang, dan salah satu perawat bilang "Ini dokternya udah ada, Neng".
Dokternya pun bilang, "Bismillah ya."
Selesai baca Bismillah, sebelah kanan badanku yang asalnya dari tangan yang diinfus itu berasa hangat, kemudian badan serasa kesemutan. Hidung sama mulut dipasangi alat opname, tapi alat opnamenya serasa ada bau tajam yang bikin badan aku lemes banget, dan ngantuk luar biasa. Aku mikir, ini ya rasanya dibius. Setelah itu aku gak sadar.
Aku baru bangun dengan penglihatan yang masih kabur tapi perasaan aku kayak habis bobo siang dengan nyenyak haha.. Aku liat ruangan yang agak gelap dan kedengeran suara manggil aku dengan ramah sambil nanya, "Udah bangun?" Aku maksa banget mataku supaya cepet melek, tapi susah, berat rasanya. Yang ada di pikiran aku. Aku takut gak bisa bangun lagi, padahal udah jelas-jelas udah bangun, haha.. Agak konyol memang. Selain itu, aku maksa tangan aku untuk gerak, karena pengen ngelepas selang nafas yang setelah aku bangun itu bikin sakit lubang hidungku. Asli!
Tapi ada perawat yang masuk kesana ngelepas selangnya, dan narik kasur aku mendekat ke pintu. Perawat itu keluar lewat pintu yang lebih besar, sambil nyari keluarga aku. Kedengeran suara ibu mendekat, dan perawatnya minta dibantu dicarikan anggota keluarga laki-laki untuk ngangkat aku. Setelah aku diangkat entah sama siapa, karena pandangan masih kabur. Aku dibawa ke kamar rawat aku. Aku denger ibu tanya, tapi mulut pun masih susah bicara. Ibu heran ngeliat aku yang udah sadar duluan, karena kebanyakan pasien yang keluar hampir semua masih belum sadar. Masih bobo-bobo imut.
Sampai di kamar, ternyata udah jam 11.00. Sekitar 2 jam mungkin aku disana. Mungkin. Setelah sampai di kamar semua heboh, badanku dikasih minyak kayu putih, karena badan aku dingin. Akunya sendiri, malah ngerasa kehausan. Ibu bolak balik minta ke perawat, nanya apa boleh aku langsung minum, karena bantal pun aku belum dikasih. Perawatnya menyarankan untuk ngasih aku minum pelan-pelan. Kenyataannya, setelah perawatnya pergi, aku minta bantal dan minum dengan semangat. Ibu yang malah keliatan parno nyuruh aku pelan-pelan.
Abis minta minum aku minta makan karena laper. Perawatnya keheranan, liat pasien macam aku. Haha... Karena nafsu makan aku sedemikian cepet balik lagi. Infus pun cepet habis. Besok paginya aku udah boleh pulang, setelah diperiksa kondisi aku udah membaik. Rasanya lega, dan ternyata yang aku takutkan gak selamanya menyeramkan kayak bayangan di pikiran aku. Aku bersyukur semuanya lancar dan aku pulang dalam kondisi yang baik.
Melawan Tumor Payudara (FAM) Part II
Setelah rencana bedah yang sempat gagal kemarin, akhirnya aku dapat masukan untuk jalanin pengobatan alternatif. Banyak juga sih yang aku lakuin dalam rangka pengen sembuh dari FAM. Mulai dari minum rebusan daun sirsak, makan kapsul yang isinya ekstrak keladi tikus (tanaman yang menurut info bisa menyembuhkan tumor dan kanker), tahitian noni, rebusan daun sirih merah, dan masih banyak lagi. Pengobatan alternatif yang dipijat juga pernah aku jalani.
Semua pengobatan itu ternyata masih belum ngasih hasil yang lebih baik. Lama kelamaan, selama 8 bulan aku jalani pengobatan alternatif, benjolan itu semakin besar, pada awalnya ukurannya sebesar jempol, kemudian dalam beberapa bulan perkembangannya drastis membesar sampai 3x lipatnya. Itu malah bikin aku semakin drop dan makin parno. Pengobatan terakhir yang aku jalani, semacam pengobatan alternatif dengan tindakan bedah tanpa bius. Apaaa? Tanpa bius? Debus apa ya? Belek-belek badan gak pake bius atau apapun? Entah waktu itu dapat info dari mana, aku lupa.
Sebenernya ide itu bikin aku deg-degan setengah hidup, eh setengah mati. Ga setuju tapi ortu bilang coba dulu aja. Akhirnya walaupun selama perjalanan lemas membayangkan apa yang bakal terjadi, sampai disana setelah daftar aku ikut antri juga diantara pasien-pasiennya yang bejibun bun bun. Setelah diperiksa, si bapak terapisnya yang dipanggil Pak Haji itu keluar dan menjelaskan ke ortuku, kalau gak bisa dilakukan tindakan bedah-bedahan sekarang karena ada urat yang nghalangin, karena peralatan yang seadanya dikhawatirkan kalau dipaksakan saat itu juga akan mengganggu kesehatan atau fungsi organ ke depannya. Setelah itu, Pak Haji itu menyarankan kita menginap disana 2 hari dan direncanakan hari Kamis dilakukan bedahnya. Karena kondisi itu, kemudian kita pamit dulu karena nggak bawa persiapan apapun.
Hati aku nolak sebenernya, dalam pikiran sih kalau dibelek-belek juga mah ya di rumah sakit aja, tapi sebetulnya ada juga harapan untuk bisa cepet sembuh di hari itu juga, tanpa harus bolak balik kayak gitu. Di perjalanan aku ditanya soal kesiapan aku, mau atau nggak. Karena perasaan campur aduk dan lelah juga yang abis ngantri dari pagi sampai selepas waktu ashar saat itu aku malah nangis. Mungkin karena faktor pengen sembuh yang belum kesampaian pula, hehe...
Ortu jadi bingung ngeliat reaksi aku, yang pada akhirnya Ibu ngambil keputusan untuk balik ke rumah sakit, karena khawatir sama kondisi di tempat sebelumnya yang ngga steril. Ayah akhirnya terpaksa setuju, tapi pikiran aku masih juga belum lega. Malah jadi ngebayangin apa kabarnya ntar di meja operasi. OMG! Perjuangan baru dimulai ternyata.
Pada akhirnya hari itu menghasilkan keputusan untuk balik ke rumah sakit, dan aku nyiapin semua hasil observasi kesehatan aku sebelumnya untuk daftar dan bikin schedule bedah. Besok harinya aku sama ibu ke rumah sakit. Pengalaman bedah aku, aku share di post selanjutnya ya..
Salam pejuang,
ari.lestari41
Semua pengobatan itu ternyata masih belum ngasih hasil yang lebih baik. Lama kelamaan, selama 8 bulan aku jalani pengobatan alternatif, benjolan itu semakin besar, pada awalnya ukurannya sebesar jempol, kemudian dalam beberapa bulan perkembangannya drastis membesar sampai 3x lipatnya. Itu malah bikin aku semakin drop dan makin parno. Pengobatan terakhir yang aku jalani, semacam pengobatan alternatif dengan tindakan bedah tanpa bius. Apaaa? Tanpa bius? Debus apa ya? Belek-belek badan gak pake bius atau apapun? Entah waktu itu dapat info dari mana, aku lupa.
Sebenernya ide itu bikin aku deg-degan setengah hidup, eh setengah mati. Ga setuju tapi ortu bilang coba dulu aja. Akhirnya walaupun selama perjalanan lemas membayangkan apa yang bakal terjadi, sampai disana setelah daftar aku ikut antri juga diantara pasien-pasiennya yang bejibun bun bun. Setelah diperiksa, si bapak terapisnya yang dipanggil Pak Haji itu keluar dan menjelaskan ke ortuku, kalau gak bisa dilakukan tindakan bedah-bedahan sekarang karena ada urat yang nghalangin, karena peralatan yang seadanya dikhawatirkan kalau dipaksakan saat itu juga akan mengganggu kesehatan atau fungsi organ ke depannya. Setelah itu, Pak Haji itu menyarankan kita menginap disana 2 hari dan direncanakan hari Kamis dilakukan bedahnya. Karena kondisi itu, kemudian kita pamit dulu karena nggak bawa persiapan apapun.
Hati aku nolak sebenernya, dalam pikiran sih kalau dibelek-belek juga mah ya di rumah sakit aja, tapi sebetulnya ada juga harapan untuk bisa cepet sembuh di hari itu juga, tanpa harus bolak balik kayak gitu. Di perjalanan aku ditanya soal kesiapan aku, mau atau nggak. Karena perasaan campur aduk dan lelah juga yang abis ngantri dari pagi sampai selepas waktu ashar saat itu aku malah nangis. Mungkin karena faktor pengen sembuh yang belum kesampaian pula, hehe...
Ortu jadi bingung ngeliat reaksi aku, yang pada akhirnya Ibu ngambil keputusan untuk balik ke rumah sakit, karena khawatir sama kondisi di tempat sebelumnya yang ngga steril. Ayah akhirnya terpaksa setuju, tapi pikiran aku masih juga belum lega. Malah jadi ngebayangin apa kabarnya ntar di meja operasi. OMG! Perjuangan baru dimulai ternyata.
Pada akhirnya hari itu menghasilkan keputusan untuk balik ke rumah sakit, dan aku nyiapin semua hasil observasi kesehatan aku sebelumnya untuk daftar dan bikin schedule bedah. Besok harinya aku sama ibu ke rumah sakit. Pengalaman bedah aku, aku share di post selanjutnya ya..
Salam pejuang,
ari.lestari41
Melawan Tumor Payudara (FAM) part I
Fibroadenoma mammae sinistra, yang biasa dikenal FAM atau mungkin kalau dijelaskan dengan bahasa yang lebih sederhana seperti semacam benjolan yang terletak di dalam payudara. Setelah googling-gooling, menurut salah satu blog milik dokter spesialis onkologi (cabang ilmu kedokteran yang mempelajari tentang kanker), FAM itu sejenis penyimpangan atau kelainan pertumbuhan payudara.
Berdasarkan pengalaman aku sendiri, FAM itu seperti benjolan yang padat, agak kenyal, dan tidak statis (dapat digerakkan apabila diraba). Sepengetahuan aku juga, jika si benjolan asing itu dinamis atau dapat digerakkan analisa sementara dokter benjolan tersebut jinak.
Awalnya, tahun 2009 lalu saat baru jadi mahasiswa, tiba-tiba aku ngerasain ada yang beda sama payudara sebelah kiri. Ada semacam benjolan asing, nggak berasa sakit sih, cuma agak annoying juga. Pertama aku raba cuma sebesar jempol, jempol aku sih, dan jempol aku terbilang mini, hehehe... Lalu aku ceritakanlah sama ibuku soal hal ini. Asalnya ibu bilang itu cuma benjolan biasa kalau cewek mau dapet suka begitu. Nanti akan hilang dengan sendirinya. Aku cerita sama kakak sepupu juga sama. Ya sudah aku santai saja. Tapi lama-lama karena sering aku cek, kok makin membesar ya?
Singkat cerita aku cek ke bidan *gara-gara gak mau diperiksa dokter laki, hehe..* dan assisten bidannya malah nanya "Neng lagi menyusui?" teeetooot.. Bengong sendiri, bingung, haha.. Aku geleng-geleng, si assisten bidan geleng-geleng juga. Kemudian bilang, kalau nggak lagi menyusui saya nggak bisa periksa. Akhirnya kita disarankan ke dokter kandungan. Oke, akhirnya aku pasrah, siapa aja lah yang meriksa. Gak usah pilih-pilih, yang penting sembuh. Disana pun cuma di-USG dan dokternya merujuk ke dokter bedah. Dengernya bikin cengo, haha.. Iya bedah. B.E.D.AH. Agak keder dengernya..
Besoknya pagi-pagi aku udah antri di Poliklinik Bedah RSUD. Dokter memvonis benjolan itu tumor dan harus dioperasi. Aku dengan nada datar bilang oke, sedangkan ibu cuma bengong denger aku bilang oke, dan memastikan sekali lagi dengan nanya "Apa aku yakin?"
Aku masih dengan nada datar jawab "Iya."
Sekali lagi ibu nanya "Ini bedah loh, yang". dan aku jawab "Iya bunda, terus selain operasi abis mau gimana?"
Akhirnya ibu bilang "Oke, ya udah deh."
Dokter pun nyuruh cek jantung, foto rontgen paru-paru, ambil darah dan lain-lainnya untuk keperluan observasi pra-operasi. Setelah ngantri ke berbagai poliklinik, tinggal diambil darah di lab dan karena harus puasa jadi baru besok harinya.
Observasi pra-operasi yang memakan waktu beberapa hari itu pun selesai. Karena pemeriksaan itu aku lakukan di Bulan Ramadhan tahun 2009. Dokter pun bikin schedule operasi setelah Idul Fitri. Asalnya aku udah oke dengan schedule yang dokter pilih. Tapi dipikir lagi, agak serem juga ya ngadepin operasi. Sebenernya aku tergolong orang yang penakut sama jarum suntik dan darah, tapi kemarin kok aku bisa sok jagoan yaa, dan saat udah deket aku jadi keder, haha.. Cuman setelah dipikir lagi ya pasrahkan saja, apapun yang terjadi. Yang penting si benjolan asing, itu pergi, hush...
After Idul Fitri, dikarenakan banyak ketemu saudara, nenek dan kerabat-kerabat. Akhirnya malah dapet banyak masukan untuk coba pengobatan alternatif. Masukan dan berbagai pendapat itu jadi big influence juga sih buat ortu. Alhasil, surgerynya batal. Atau bisa jadi pending. Entah saat itu lega atau bingung...
Dari 0 (nol) yaa!
Ini blog yang ke sekian kalinya aku buat. Setelah yang sebelumnya pernah blogging tema tertentu untuk memenuhi salah satu tugas kuliah, blogging di salah satu website tapi merasa agak ribet dengan menunya, pernah bikin blog baru lagi untuk pribadi, tapi lupa sama passwordnya, hehehe... Akhirnya blog yang lama ya begitu aja, nggak terawat. Kemudian sekarang, akhirnya kembali lagi kesini, blogger.com, dengan blog baru lagi. Dari 0 (nol) lagi deh.
Disini aku akan sharing berbagai pengalaman dan opini. Semoga blog ini bisa memberikan manfaat buat aku dan pembaca. Jangan ragu untuk berbagi komentar dan cerita disini. Bebas juga untuk share via email. Okee, sekian dulu..
Salam password,
ari.lestari41@gmail.com
Disini aku akan sharing berbagai pengalaman dan opini. Semoga blog ini bisa memberikan manfaat buat aku dan pembaca. Jangan ragu untuk berbagi komentar dan cerita disini. Bebas juga untuk share via email. Okee, sekian dulu..
Salam password,
ari.lestari41@gmail.com
Langganan:
Postingan (Atom)